Translate

Senin, 19 Agustus 2013

Bukan Hanya Niat Yang Baik Dan Ikhlas Untuk Menjadi Seorang Guru


Saya sering mendengar dari beberapa teman jika kita bekerja yang pertama adalah niat yang baik dan ikhlas tapi apakah bekerja dengan niat yang baik dan ikhlas cukup menjadikan kita menjadi seseorang yang profesional dalam pekerjaan tersebut? Jawabannya menurut saya TIDAK.

Tidak cukup dengan hanya modal niat baik dan ikhlas saja untuk suatu pekerjaan yang menuju profesional. Yang harus kita pahami bahwa ketika seseorang melaksanakan suatu pekerjaan setelah niat yang baik dan ikhlas adalah kemampuan kita dalam memahami pekerjaan tersebut dan mengaplikasikannya sesuai dengan tujuan, aturan, evaluasi dan tindak lanjutnya.

Saya contohkan seorang guru, guru atau pendidik profesional harus memahami semua unsur yang menyangkut dalam bidang keguruan. Bila seorang guru saat dia menjadi guru hanya berbekal niat yang baik dan ikhlas saja tanpa dia memahami semua unsur yang terkait dalam bidang kajiannya, dia hanyalah seorang guru yang “buta” akan profesinya.

Mengapa demikian?
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Untuk menjadi pendidik profesional seorang guru dituntut untuk memahami dan mengaplikasin kompetensinya, kompetensi guru sesuai dengan Permendiknas No. 16 Tahun 2007 terdiri dari :

1.       Kompetensi Paedagogik, menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral. Sosial, kultural, emosional dan intelektual. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Mengenmbangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampunya. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses belajar. Memanfaat kan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

2.    Kompetensi Kepribadian, bertindak sesuai norma agama, hukum, sosial dan kebudayaan Indonesia. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berahlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

3.    Kompetensi Sosial, bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi. Berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan sesama peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragamaan sosial budaya. Berkomunikasi dengan komunikasi profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

4.    Kompetensi Profesional, menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampunya. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajarn/bidang pengembangan yang diampu. Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunukasi mengembangkan diri.

Untuk menunjang kompetensi guru tersebut, ada beberapa perangkat administrasi guru yang harus disiapkan diantaranya :  Program Tahunan, Program Semester, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Buku Agenda Harian, Buku Perbaikan dan Pengayaan, Program Uji Kompetensi, Analisa Hasil Uji Kompetensi, Buku Bank Soal, Buku Bimbingan dan Penyuluhan, Buku Identifikasi Peserta Didik, Asesmen, Program Pembelajaran Individual, Grafik Pencapaian Daya Serap, Buku Supervisi, Daftar Kelas, Daftar Hadir Peserta Didik, Grafik Absen, Papan Absen Harian, Buku Penilaian, Buku Mutasi Peserta Didik, Buku Keuangan, Buku Tamu, Buku Penerimaan dan Pengembalian Laporan Pendidikan Peserta Didik, Daftar Inventaris Kelas, Buku Notulen Rapat.

Jadi apakah seorang guru yang profesional itu hanya cukup dengan niat baik dan ikhlas saja? Tentunya membutuhkan kompentesi guru secara menyeluruh untuk menjadi guru yang profesional.

Selain kompetensi guru yang mutlak dimiliki oleh seorang guru, guru pun harus memahami UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 yang memuat tentang ; Ketentuan Umum, Kedudukan, Fungsi dan Tujuan, Prinsip Profesionalitas, Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi Guru, Hak dan Kewajiban, Wajib Kerja dan Ikatan Dinas, Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian, Pembinaan dan Pengembangan, Penghargaan, Perlindungan, Cuti, Organisasi Profesi dan Kode Etik, dan Sanksi.  

Sedangkan untuk guru dengan status PNS (Pegawai Negeri Sipil), ada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, bahkan saat ini ada Rancangan UU ASN Tahun 2013 (Undang-undang Aparatur Sipil Negara) yang mengatur PNS (ASN) yang mengatur tentang kinerja dan profesionalisme aparatur sipil negara.

Semoga kita mampu mengemban tugas kita sesuai dengan peraturan yang ada, sehingga meningkatkan kinerja kita dalam semua profesi bidang pekerjaan.

Semoga tulisan ini memberi manfaat pada kita semua insan pendidik di Indonesia, terima kasih sudah menyimak tulisan sederhana saya.

Sumber Tulisan :
1.    Buku 8 Standar Nasional Pendidikan
2.    Buku Kumpulan Administrasi Sekolah
3.    UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005

Selasa, 13 Agustus 2013

Emak, Maafkan Anakmu Ini


Jeruji besi ini rasanya tak bisa menahan rasa rinduku pada emak tercinta, maafkan anakmu ini emak yang tidak bisa membahagiakanmu dihari yang bahagia ini.

Seperti kata pepatah “Menyesal kemuadian, tiada gunanya” dan “Nasi sudah menjadi bubur” itulah yang dapat ku istilahkan tentang kondisiku saat ini. Penjara ini menahan semua hasratku, keinginan berbakti pada orang tua dan salah dalam mengambil keputusan akhirnya penjaralah menjadi hukuman sebagai balasan atas perbuatanku.

Siang itu terik menghantam kulit hitamku yang makin menghitam, rasa dahaga dan lapar ku tak rasakan karena keadaan ini sudah menjadi bagian dari keseharianku. Aku bertekad harus mengumpulkan rupiah demi rupiah dari cucuran keringatku. Aku yang tidak tamat SD amat sulit mencari pekerjaan yang dapat menghasilkan rupiah yang banyak tetapi tetap ku tekuni pekerjaanku sebagai “Ganjur” (pekerja yang menurunkan ataupun menaikkan batu-batu besar sampai kecil dari dan ke truk yang memuat batu) di pangkalan batu pun sudah ku lakoni selama 7 tahun ini.

Rupiah demi rupiah dari upah sebagai ganjur kukumpulkan walau hanya dapat memenuhi kebutuhan makan aku dan emakku tapi aku harus mampu bertahan, mengingat kondisi emak yang sudah sakit-sakitan.

Sudah beberapa hari ini emak terbaring di tempat tidur reotnya yang tak beralas kasur karena buat kami kasur adalah benda mewah yang tak mampu kami beli. Hari ini ku coba membawa emak ke Puskesmas terdekat untuk memeriksakan kondisi emak yang semakin hari semakin melemas saja.

Obat warung sehabis pulang kerja senantiasa ku beli tetapi tidak dapat menyembuhkan kondisi emak. Dengan meninggalkan pekerjaanku berarti antara Rp 20.000-Rp 30.000,-, upahku dalam meng-ganjur akan hilang tetapi demi emak tercinta apapun akan ku lakukan.

Setelah memeriksakan kondisi emak pada dokter Puskesmas, secara khusus dokter memanggilku untuk membicarakan tentang kondisi penyakit emak. Menurut hasil pemeriksaan dokter, penyakit yang diderita emak belum dapat dokter pastikan karena harus ada pemeriksaan kelanjutan di rumah sakit. Masih menurut dokter, peralatan di Puskesmas tidak memadai untuk dapat mendiagnosa penyakit emak.

Dengan berbekal JamKesMas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) untuk keluarga miskin seperti aku dan emak dan berbekal sedikit uang yang ku tabung akhirnya ku bawa emak ke rumah sakit yang telah dirujuk pihak Puskesmas.

Alangkah mengejutkan dari hasil pemeriksaan lengkap dari rumah sakit, pihak dokter dari rumah sakit yang menangani emak mendiagnosa penyakit emak, bahwa emak mengalami komplikasi penyakit ginjal dan jantung. Ginjal emak sudah sangat parah dan entah dengan bahasa kedokteran yang tak ku pahami emak harus cuci darah serta bagian dari jantungnya mengalami kebocoran dan kata dokter bila tidak ditangani dengan lebih lanjut keadaan emak akan semakin parah.

Aku memasrahkan sepenuhnya pada pihak rumah sakit tetapi karena penuhnya ruang perawatan serta tidak lengkapnya peralatan untuk menangani penyakit emak di rumah sakit tersebut, aku pun diminta untuk mencari rumah sakit yang lebih lengkap agar penyakit emak dapat ditangani lebih baik lagi.

Aku mulai ragu dan berprasangka, jika akupun membawa ke rumah sakit besar bisa jadi merekapun akan mengatakan bahwa di rumah sakit yang akan ku datangipun akan mengatakan hal yang sama. Mengingat aku hanya berbekal Jamkesmas, rasanya sulit untuk dapat diterima oleh rumah sakit besar apalagi bila melihat kondisi penyakit emak yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Akhirnya untuk sementara ku bawa emak pulang ke rumah, sambil terus ku coba berikhtiar untuk mencari uang pinjaman kebeberapa teman dan saudara. Tetapi siapa yang akan memberi pinjaman kepadaku, untuk makanpun sangat sulit bila mereka meminjamkan uangpun dari mana aku harus membayarnya.

Semakin hari kondisi emak makin parah dan aku tak tega melihat kondisi emak. Entah datang dari mana fikiran tak sehatku pun mulai menari-nari diotakku yang tak cerdas ini.

Malam itu ku datangi sebuah rumah pedagang kaya, aku tahu haji Rodiah yang kaya raya tersebut banyak memiliki emas, emas yang dipakai ditubuhnya saja sudah seperti toko emas berjalan dan aku perkirakan emas yang ada di rumahnyapun masih banyak tersimpan.

Tak sulit aku untuk memasuki rumah haji Rodiah karena aku hapal betul seluk beluk rumah tersebut. Ku lihat haji Rodiah tertidur dengan pulas diranjangnya yang empuk dan ruangan ber-AC pula, aku tak ingin sampai haji Rodiah tahu perbuatanku dan tanpa ragu ku bekap bagian mukanya, haji Rodiah mulai meronta tetapi dia tidak dapat mengeluarkan suara apapun.

Malam itu begitu sunyi, ku genggam dengan erat hasil rampokanku malam ini. Sekantung perhiasan emas murni telah ku gondol dari rumah haji Rodiah. Aku berjanji esok pagi akan ku bawa emak ke rumah sakit agar dapat menangani penyakit yang saat ini emak derita.

Aku bahagia, emak dapat ditangani dengan baik oleh dokter terbaik pula. Dan ku tinggalkan emak pada pengawasan dan perawatan rumah sakit, aku katakan pada eemak bahwa aku harus bekerja agar dapat mengumpulkan uang kembali untuk perawatan emak di rumah sakit.

Dengan senyumnya yang sangat tulus, emak mencium keningku dan mendoakanku agar menjadi anak yang soleh.

Hari itu ku mantapkan langkahku, aku harus mempertanggung jawabkan semua perbuatanku dan di kantor polisi aku akui semua perbuatanku terhadap haji Rodiah.

Vonis atas perbuatanku adalah 10 tahun penjara, waktu yang sangat lama untuk diam dibalik jeruji besi ini.
Hari ini aku mendapat kunjungan dari salah seorang rekan kerjaku di pangkalan batu, dia menceritakan kondisi emak semakin parah dan terus menanyakan keberadaanku.

Rasa bersalah dan rindu menjadi satu, apa yang harus ku lakukan agar dapat melihat kondisi emakku?. Entah memang kontrol dan penjaga dari lembaga pemasyarakatan itu kurang ketat atau memang sedang lengah atau mungkin Tuhan memberiku jalan untuk bertemu dengan emak. Akhirnya aku berhasil meloloskan diri dari lembaga pemasyarakatan dimana aku ditahan untuk menjalani hukumanku.

Ku peluk dan ku cium emakku yang sudah tak sadarkan diri, ku genggam erat tangannya yang kurus dan lemah. Ku bisikkan kata pada emak, “Emak, Rohim datang..Rohim mohon ampunan dari emak...besok hari lebaran, Rohim bawakan kain baru untuk emak”. Entah emak mendengar atau tidak, terlihat titik air mata disudut mata emak dan masih ku rasakan genggaman erat tangan emak dijemariku.

Kumandang takbir terus bergema, Allahu akbar...Allahu akbar..Walilahilham...semakin bersahutan terdengar disetiap penjuru masjid. Semakin ku peluk erat tubuh emak yang mulai mendingin.

Ya Tuhan ampuni aku...emak, maafkan anakmu ini.
  

Minggu, 11 Agustus 2013

Aktualisasi Guru Non-PNS Dengan Cara Bunuh Diri


BUNUH DIRI, itu kata yang terbersit dalam fikiranku saat ini. Saat ini yang ku fikirkan, bagaimanakah cara aku untuk bunuh diri. Membunuh diri sendiri atau bunuh diri dalam ajaran semua agama adalah perbuatan yang sangat tidak dibenarkan. Dalam Islam diajarkan bahwa setiap insan yang membunuh dirinya maka Allah mengaharamkan dia untuk masuk syurga selamanya.

Tapi aku bersikukuh bahwa aku harus berani untuk BUNUH DIRI ku, bagaimanakah aku membunuh diriku sendiri? Ini jawaban yang dapat ku uraikan pada anda semuanya :

Aku adalah seorang guru Non-PNS yang sudah lama bekerja dan mengabdi pada sekolah yang ku rintis denga perjuangan. Berbagai cara telah kujalani dan lewati untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah tetapi sampai saat ini Allah belum menjadikanku sebagai seorang PNS (Katanya penghargaan tertinggi untuk seorang guru).

Jujur aku kecewa terhadap sistem yang ada pada saat ini dan aku mulai marah dan frustasi dan akhirnya pada klimaks keputus asaan, aku mulai mencari cara untuk melakukan aktualisasi diri dengan cara BUNUH DIRI.

1.      BUNUH DIRIku atas semua kemalasan, sering kali saya merasakan perbedaan pendapatan dengan guru-guru PNS padahal beban kerja dan kewajiban tidak berbeda dengan guru non PNS sehingga menimbulkan rasa iri berkepanjangan dan akhirnya membuat diri “malas” untuk memenuhi semua kewajiban sebagai guru sesuai dengan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007. Dan yang saat ini saya lakukan adalah dengan membunuh semua kemalasan pada diri untuk terus melakukan yang seharusnya saya lakukan sesuai dengan Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, karena ketika saya menjadi seorang guru bukan karena keterpaksaan, bukan karena sulitnya mencari lahan pekerjaan tetapi karena saya dilahirkan untuk menjadi seorang guru.

2.      BUNUH DIRIku atas semua niat yang harus diluruskan, niat awal nyaris sebagian besar sesorang menjadi guru adalah untuk menjadi guru PNS. Setelah sekian lama menjadi guru non PNS tetapi tak kunjung tiba pengangkatan untuk menjadi guru PNS saya menjadi orang terpuruk dan merasakan kegagalan untuk sebuah prestasi yang ingin saya capai. Dengan ini saya membunuh diri saya untuk niat awal menjadi seorang PNS karena bila saya terus terbelenggu dengan “Niat” awal saya selama belum menjadi seorang guru PNS selama itu pula saya akan merasakan perbedaan-perbedaan dengan guru-guru yang sudah menjadi PNS dan sayapun meluruskan niat saya agar kekecewaan itu tidak menjadikan beban seumur  dan semampu saya menjadi seorang guru.

3.      BUNUH DIRIku atas semua ketimpangan-ketimpangan dalam kesempatan mendapatkan pendidikan  Bila menilik pada UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 , tercantum bahwa :
Pasal 13
(1)     Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagiguru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban

Pasal 14
(1)     Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a.       Mernperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b.       Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.       Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d.       Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi;
e.       Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk merrunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f.        Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/ atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
g.       Memperoleh rasa aman clan jaminan keselarnatan dalam melaksanakan tugas;
h.       Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi;
i.        Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j.        Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi; dan / atau
k.       Memperoleh pelatihan dan pengembangan. profesi dalam bidangnya.
(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai hak guru sebagaimana dimaksud, pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Kesempatan untuk memperoleh seperti yang tercantum dalam UU Guru dan Dosen, masih sangat jauh tetapi tak perlu terus meratapi diri karena semua akses untuk menjadi seorang guru atau pendidik yang profesional adalah hak kita dan perjuangkan hak kita sebagai guru tidak dengan diam tapi berusaha terus dengan optimal.

4.      BUNUH DIRIku atas semua “Pelecehan Profesi”, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) dalam UU Guru dan Dosen. Saya adalah guru walau bukan PNS tetapi saya sama dengan guru PNS jadi tidak ada yang membedakan saya anatara Guru PNS dan Non PNS. Jauhkan perbedaan itu dan saya bertanggung jawab terhadap profesi saya.

Terima kasih sudah menyimak tulisan saya, saya menulis ini dan memberi Judul dalam tulisan saya “Aktualisasi Guru Non-PNS Dengan Cara Bunuh Diri” adalah untuk memotifasi diri saya agar apa yang saya lakukan adalah kesadaran dari dalam diri bukan sebuah pengharapan pada keinginan yang selama ini terus saya bangun sementara realisasikan dari keinginan tersebut belum tercapai.

Saya bahagia menjadi guru dan saya bangga menjadi guru Non-PNS.

Selasa, 06 Agustus 2013

Ape Gue Bilang...(Humor)


Suatu pagi...

Mpok Hindun    : “Bang..aye minta duit nih buat beli beras ame ayam buat bikin ketupat ame opor  
ayam”.
Bang Ucup          : “Lo kate gue bank, dikit-dikit minta duit..dikit-dikit minta duit. Gaji ama THR kan
udah gue serahin sama lo semuenye”.
Mpok Hindun    : “Ye...abang, gimane sih...gaji abang kan abis buat potongan utang kite trus THR
juga sisanya buat ngasih orang tua kite ame beli baju anak-anak ‘ntu juga belum buat makan hari-
hari kite, aye mau bikin ketupat sama opor ayam tuh duit udah ludes semua. Ya aye minta duit ma laki sendiri dong masa aye minta ame laki orang”.
Bang Ucup          : “Makanye ‘Ndun, jadi bini tuh kudu bise ngatur duit, udah tau laki lu gaji ama THR
nye cuman secomot, eh..lo pake buat beli macem-macem segala”.
Mpok Hindun    : “Terserah abang deh mau kate ape, aye mah jadi bini abang salah mulu...kagak
ngasih mertua salah...ngasih mertua salah. Beli baju anak-anak setahun sekali aje jadi salah, tapi
bener ye abang udah kagak punya duit lagi, ini bulan puase lho bang kalau sampe abang bo’ong
tanggung ‘ndiri akibatnye dan tahun ini aye kagak mau bikin ketupat ame opor ayam”.

Mpok Hindun tersinggung ame perkataan lakinye, karena Bang Ucup hari ini masih masuk kerja dan
sudah agak kesiangan diapun tidak sempat lagi ngeladenin ocehan bininya.


Saat menjelang sore....
Bang Ucup          : “Ndun..lo ambil duit gue yang Rp 500.000 ye...”
Mpok Hindun    : “Maksud abang, duit abang? Katanye kagak punya duit, nah ‘ntu yang ilang duit
abang, gimana sih...”.
Bang Ucup          : “Iye, ‘Ndun...’ntu duit abang...kan laki-laki kudu punya duit laki-laki. Abang simpen
tuh duit kalo-kalo abang ada keperluan, udah lo ngaku aje deh “Ndun kalo yang
ambil ‘ntu duit, abang kagak bakal marah kok”.
Mpok Hindun    : “Eh, denger ye bang...aye emang butuh duit buat beli keperluan makan kite tapi
bukan berarti aye kagak punya duit terus ambil duit abang, emangnye aye maling”.

Dengan wajah sewot dan kesel mpok Hindun mengelak kalo die yang ambii ‘ntu uang bang Ucup. Mpok Hindun sebenarnya tau kalo lakinye ‘ntu punya duit tapi die tau diri dan kagak mau nuduh kalo duit itu punyanya bang Ucup, kali aje tuh duit emang bukan punya lakinye.
Bang Ucup          : “Iye, ‘Ndun.....gue tau lo banget...kagak bakalan lo maen ambil duit yang ada
Di kantong gue tapi duit gue bener-bener ilang ‘Ndun”.
Mpok Hindun    : ‘Nah, ape ‘Ndun bilang bang...ini kan bulan puase, abang tadi pagi udah bo’ongin ‘Ndun kalo abang kagak punya duit padahal abang tau ‘ndiri duit yang ‘Ndun minte kan buat beli keperluan kite juga terutama buat makan anak-anak kite tapi abang bilang kagak punya duit, boleh-boleh aje ada duit yang istilahnye “duit laki-laki’ tapi kite kan masih banyak keperluan yang perlu abang penuhi. Kalo udah ilang kayak gini mesti minta ame siape lagi ‘Ndun”...
Bang Ucup          : “Maafin abang ya ‘Ndun...abang kira ‘Ndun bo’ong kalo duit yang abang kasih udah abis...ini deh abang kasih sisa duit abang buat beli keperluan kite...”.
Mpok Hindun    : “Bener nih bang...abang Ucup ikhlas?”
Bang Ucup          : “Iye, ‘Ndun...abang ikhlas dari pade tuh duit ilang lagi kan lebih baik abang kasihin ama “Ndun istri abang yang manis”.

Mpok Hindun pun tersenyum penuh dengan kegembiraan, hari ini die dapet tambahan duit buat lebaran duit Rp 500.000,- yang die dapet nemu dari saku celana lakinye ame duit tambahan dari lakinye sebesar Rp 1.000.000,-.
Mpok Hindun pun bergumam...”Alhamdulillah, rizki mah kagak bakalan kemane-mane...ape gue bilang bang, jangan suka macem-macem ma bini”.
Dan senyum manis pun tersungging dibibir bang Ucup, hari lebaran tahun ini jadi juga die makan ketupat ame opor ayam bikinan istrinye tercinte, mpok Hindun.



Minggu, 04 Agustus 2013

Keberkahan Dimalam Takbiran


Malam takbiran dua tahun yang lalu....

“Ayah, sisa uang yang kita miliki pada idul fitri tahun ini sebesar Rp 100.000,-, bila kita pergi ke Serang (kampung halamanku) tidak cukup untuk transport kita dan anak-anak dan begitu juga bila kita ke Depok (tempat tinggal mertuaku) tidak cukup juga, terus menurut ayah bagaimana?”. Itu pertanyaan yang ku ajukan pada suamiku.

Dengan lembut suamiku menjawab, “Sudah tidak apa-apa, idul fitri tahun ini kita di rumah saja. Nanti kita telpon semua keluarga kalau kita tidak bisa datang”. Jawaban yang simpel tapi membuat sejuk dihatiku.
Tiba-tiba, ada suara bel pintu rumah kami berdering tapi kami tidak meladeninya karena mungkin saja itu orang-orang iseng yang saat itu sedang bertakbiran dan melintas depan rumahku. Tetapi suara bel terus berdering dengan teriakan orang memanggilku. “Bundaaaa...ada di rumah nggak ini aku sobatmu lho...”. Dengan wajah penuh kekhawatiran dan secepat kilat aku langsung keluar kamar dan membuka pintu depan rumahku.

“Iiih...lama banget siih buka pintunya”, seorang sahabat lama yang tak ku kira akan kedatangannya tepat pukul 24.00 (tengah malam). Masih dengan wajah terheran-heran dan penuh dengan kebingungan aku berusaha menanyakan maksud kedatangannya.

“Tumben banget siih, ada apa say...kok tengah malem gini ke rumahku”. Tanyaku penuh dengan berjuta tanya. Masih dalam keadaan lelah dan cape terlihat dari raut wajahnya, dia langsung terduduk sambil berkata, “Bun...lo butuh duit kan?” Aku masih terkesiap dengan kedatangannya ditambah lagi dengan pertanyaannya yang seolah-olah tahu kondisiku.

“Kok lo tau siiih?”, jawabku. “Ngga tahu...tadi siang gua abis ambil duit (sambil mengeluarkan amplop kertas warna coklat isi uang yang menurutku sangat banyak), terus gua ngga ngerti yang kebayang dalam fikiran gua kok lo ya?”. Dia menjawab pertanyaanku sambil mengeluarkan sejumlah uang. “Ini lo pegang Rp 4.000.000,- aja ya, lo pake deh buat idul fitri besok”. Aku makin terkesiap full dengan rasa takjub, “Maksud lo uang ini buat gua, terus gua harus gimana?” aku mulai bertanya kembali dengan wajah makin bingung dan terpesona.

“Iya, uang ini lo pake aja...yang Rp 2.000.000,- buat lo yang Rp 2.000.000,- lagi lo kembaliin ke gua tapi itu juga kalau lo udah bisa bayar jadi bayarnya bisa kapan aja, gimana lo mau?”, Dia mulai menjabarkan hal ihwal pemberian uang tersebut.

Masih dengan kekaguman dan rasa takjub, aku kembali bertanya. “Bener niih, lo ngga becandakan?”. Dia tertawa, “Gimana sih lo...masa gua becanda, terus ngapain gua dateng ke rumah lo tengah malem gini kalau gua cuma buat becanda, ngaco ya lo...”. Dia mempertegas maksud kedatangannya.

“Subhanallah, makasih ya say...bener gua ngga nyangka. Gua kan ngga pernah cerita ama lo kalau gua ngga punya duit, hehehehe...”. Aku mulai menguasai rasa takjubku. “Iya, gua juga bingung...kok yang ada dalam benak dan hati gua cuma lo ya...waktu gua ambil uang ini tadi di bank terus gua maksa laki gua buat datang ke rumah lo...”. Dia pun sepertinya masih dalam keadaan bingung.

Akhirnya setelah berbincang-bincang, sahabatku tercinta nan baik hatipun pamit dan aku hanya bisa mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dan berharap semoga Allah SWT yang membalas semua kebaikannya.

Mungkin ini adalah salah satu janji Allah, bahwa Dia tidak akan menyulitkan ummatnya dan pertolongan itu datang disaat kita sudah mulai berpasrah diri bahwa hanya Allah lah yang Maha Menolong semua ummatnya.
Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah, yang kadang kita sebagai ummatnya lupa bahwa ada Yang Maha Segalanya. Kepasrahan dan keikhlasan serta tetap bersyukur menjadi ladang amal kita sehingga Allah membuka pintu rizkinya dari arah dan tempat yang tak pernah kita duga.

Semoga ini semua menjadi pembelajaran berharga buat kami sekeluarga bahwa pertolongan itu senantiasa Allah sebarkan untuk semua ummatnya yang percaya dan yakin atas semua Kuasanya.
Terima kasih untuk sahabatku yang saat ini nun jauh disana, semoga keberkahan senantiasa Allah limpahkan padamu sekeluarga, Amiiin.