Malam
takbiran dua tahun yang lalu....
“Ayah, sisa
uang yang kita miliki pada idul fitri tahun ini sebesar Rp 100.000,-, bila kita
pergi ke Serang (kampung halamanku) tidak cukup untuk transport kita dan
anak-anak dan begitu juga bila kita ke Depok (tempat tinggal mertuaku) tidak
cukup juga, terus menurut ayah bagaimana?”. Itu pertanyaan yang ku ajukan pada
suamiku.
Dengan
lembut suamiku menjawab, “Sudah tidak apa-apa, idul fitri tahun ini kita di
rumah saja. Nanti kita telpon semua keluarga kalau kita tidak bisa datang”.
Jawaban yang simpel tapi membuat sejuk dihatiku.
Tiba-tiba,
ada suara bel pintu rumah kami berdering tapi kami tidak meladeninya karena
mungkin saja itu orang-orang iseng yang saat itu sedang bertakbiran dan
melintas depan rumahku. Tetapi suara bel terus berdering dengan teriakan orang
memanggilku. “Bundaaaa...ada di rumah nggak ini aku sobatmu lho...”. Dengan
wajah penuh kekhawatiran dan secepat kilat aku langsung keluar kamar dan
membuka pintu depan rumahku.
“Iiih...lama
banget siih buka pintunya”, seorang sahabat lama yang tak ku kira akan
kedatangannya tepat pukul 24.00 (tengah malam). Masih dengan wajah
terheran-heran dan penuh dengan kebingungan aku berusaha menanyakan maksud
kedatangannya.
“Tumben
banget siih, ada apa say...kok tengah malem gini ke rumahku”. Tanyaku penuh
dengan berjuta tanya. Masih dalam keadaan lelah dan cape terlihat dari raut
wajahnya, dia langsung terduduk sambil berkata, “Bun...lo butuh duit kan?” Aku
masih terkesiap dengan kedatangannya ditambah lagi dengan pertanyaannya yang
seolah-olah tahu kondisiku.
“Kok lo tau
siiih?”, jawabku. “Ngga tahu...tadi siang gua abis ambil duit (sambil
mengeluarkan amplop kertas warna coklat isi uang yang menurutku sangat banyak),
terus gua ngga ngerti yang kebayang dalam fikiran gua kok lo ya?”. Dia menjawab
pertanyaanku sambil mengeluarkan sejumlah uang. “Ini lo pegang Rp 4.000.000,-
aja ya, lo pake deh buat idul fitri besok”. Aku makin terkesiap full dengan
rasa takjub, “Maksud lo uang ini buat gua, terus gua harus gimana?” aku mulai bertanya
kembali dengan wajah makin bingung dan terpesona.
“Iya, uang
ini lo pake aja...yang Rp 2.000.000,- buat lo yang Rp 2.000.000,- lagi lo
kembaliin ke gua tapi itu juga kalau lo udah bisa bayar jadi bayarnya bisa
kapan aja, gimana lo mau?”, Dia mulai menjabarkan hal ihwal pemberian uang
tersebut.
Masih
dengan kekaguman dan rasa takjub, aku kembali bertanya. “Bener niih, lo ngga
becandakan?”. Dia tertawa, “Gimana sih lo...masa gua becanda, terus ngapain gua
dateng ke rumah lo tengah malem gini kalau gua cuma buat becanda, ngaco ya
lo...”. Dia mempertegas maksud kedatangannya.
“Subhanallah,
makasih ya say...bener gua ngga nyangka. Gua kan ngga pernah cerita ama lo
kalau gua ngga punya duit, hehehehe...”. Aku mulai menguasai rasa takjubku.
“Iya, gua juga bingung...kok yang ada dalam benak dan hati gua cuma lo
ya...waktu gua ambil uang ini tadi di bank terus gua maksa laki gua buat datang
ke rumah lo...”. Dia pun sepertinya masih dalam keadaan bingung.
Akhirnya
setelah berbincang-bincang, sahabatku tercinta nan baik hatipun pamit dan aku
hanya bisa mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dan berharap semoga Allah
SWT yang membalas semua kebaikannya.
Mungkin ini
adalah salah satu janji Allah, bahwa Dia tidak akan menyulitkan ummatnya dan
pertolongan itu datang disaat kita sudah mulai berpasrah diri bahwa hanya Allah
lah yang Maha Menolong semua ummatnya.
Tidak ada
yang tidak mungkin bagi Allah, yang kadang kita sebagai ummatnya lupa bahwa ada
Yang Maha Segalanya. Kepasrahan dan keikhlasan serta tetap bersyukur menjadi
ladang amal kita sehingga Allah membuka pintu rizkinya dari arah dan tempat
yang tak pernah kita duga.
Semoga ini
semua menjadi pembelajaran berharga buat kami sekeluarga bahwa pertolongan itu
senantiasa Allah sebarkan untuk semua ummatnya yang percaya dan yakin atas
semua Kuasanya.
Terima
kasih untuk sahabatku yang saat ini nun jauh disana, semoga keberkahan
senantiasa Allah limpahkan padamu sekeluarga, Amiiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar