Cerita kali
ini disebuah perbatasan antara kabupaten Bogor dan kabupaten Tangerang, di
kecamatan Parungpanjang yang jalan
sepanjang daerah Parungpanjang akan langka menemukan jalanan yang tanpa lubang
yang menganga, ini dia kisahnya....
“Maaf pak,
ini anak bapak?” Itu pertanyaanku pada
salah seorang bapak yang saat itu sedang membeli sesuatu di Mini market dekat
SLB Ayahbunda (boleh dikatakan disamping SLB Ayahbunda). “Iya, bu...emang
kenapa?” Tanya balik bapak tersebut. “Kenalkan pak, saya guru di SLB Aayahbunda samping mini
market ini. Kalau saya boleh tahu, anak bapak sudah sekolah?” kembali aku
bertanya tapi tak lupa untuk memperkenalkan diri.
“Sudah...”
Jawab singkat si bapak, lalu dia melanjutkan “Terus apa urusannya dengan ibu?”.
Aku tidak terkejutan dengan pertanyaan si bapak, karena sudah berulang kali “niatku
tertolak” (jadi agak kebal juga, hehehe).
“Alhamdulillah,
anak bapak sudah sekolah berarti selama ini saya salah mengira karena saya
sering melihat bapak hampir beberapa pagi ini dan pagi yang lalu, bapak dan
anak bapak berada disini jadi saya mengira anak bapak belum sekolah dan saya
mohon maaf atas salah penafsiran ini”. Aku berusaha menjelaskan pada si bapak
dari motif rasa ingin tahuku.
“Oh, jadi
ibu juga mengira anak saya “gila” begitu?” Si bapak mulai terlihat emosi.
Waduh, aku terhenyak, rasanya aku tidak salah ucap dan tidak pernah mengatakan
bahwa anaknya “gila”. “Maaf pak, saya tidak pernah mengatakan bahwa anak bapak
gila” Aku mencoba menjelaskan. “Jangan banyak alasan deh bu...maksud ibu bertanya
seperti itu karena melihat anak sayakan?” Si bapak sepertinya masih penasaran.
“Sekali
lagi saya mohon maaf, tapi saya tidak pernah mengatakan bahwa anak bapak gila. Saya
memang melihat bahwa anak bapak anak yang memiliki kondisi dengan hambatan
mental (anak tersebut downsyndrom) dan itu bukan gila. SLB Ayahbunda, dapat
memberikan pelayanan pendidikan untuk anak bapak agar berkembang sesuai dengan
potensi yang dia miliki. Sekali lagi saya katakan, saya sangat bersyukur anak
bapak sudah sekolah” aku menjelaskan dengan sedikit melebar.
“Urusin aja
urusan ibu sendiri, jangan ngurusin anak orang. Mau anak saya sekolah atau
tidak itu urusan saya bukan urusan ibu” emosi yang kian meninggi dan aku
semakin memahami bahwa anak itu sepertinya belum bersekolah (menurut asumsiku
karena bila anak tersebut sudah bersekolah saya yakin orang tuanya akan
menjelaskan tanpa harus dengan emosi).
“Terima
kasih bapak atas penjelasannya dan saya mohon maaf untuk ketiga kalinya” Aku
semakin belajar untuk memahami setiap kondisi orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus. Dan bapak serta anaknya pergi dengan meninggalkan rasa
yang teramat dalam pada diriku, alangkah indahnya jika semua orang tua memahami
kondisi anaknya.
Penolakan
pun pernah aku alami saat bertemu dengan anak dengan kondisi hambatan gerak,
aku mencoba untuk menjelaskan pentingnya pendidikan untuk anak dengan hambatan
tersebut. Tetapi orang tua anak tersebut menolak dengan alasan bahwa percuma
sekolah bila tidak bisa menyembuhkan kondisi anaknya.
Penolakan
sering terjadi bukan pada anaknya tetapi pada orang tua yang memilki anak
dengan hambatan penglihatan, hambatan pendengaran, hambatan mental, hambatan
gerak dan hambatan lainnya.
Keadaan ini
terus aku pahami, bahwa tidak semua orang tua yang memiliki anak dengan
hambatan paham akan kondisi anaknya. Sepantasnya saya sebagai guru dan memiliki
ilmu dalam Pendidikan Luar Biasa, pemerintah maupun masyarakat yang memahami
tentang pentingnya sekolah untuk anak berkebutuhan khusus terus senantiasa mensosialisasikannya
pada masyarakat, dunia pendidikan ataupun orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus.
Sesuai
dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
(Sistem Pendidikan Nasional), Pendidikan khusus dan Pendidikan layanan Khusus Pasal
32 Ayat (1) : Pendidikan Khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Dan
dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional), Bab VIII tentang Wajib Belajar Pasal 34
Ayat (1 : Setiap warga negara yang berusia (enam) tahun dapat mengikuti program
wajib belajar.
Ini menjelaskan bahwa pentingnya pendidikan
bagi semua warga Indonesia tidak terkecuali untuk anak-anak berkebutuhan
khusus.
Semoga dengan
semakin memahami tentang pentingnya pendidikan bagi semua, masyarakat terutama
orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dengan suka rela, ikhlas dan
kesadaran tinggi untuk memberikan pendidikan yang dibutuhkan oleh setiap anak
dan menjadi hak setiap anak untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar