Saat melakukan terapi pada anak tunadaksa
GAJI GURU HONOR DI NEGERI INI MASIH JAUH DENGAN PENGHASILAN SEORANG PENGEMIS
Suatu
hari aku pergi ke Jakarta karena ada urusan yang harus ku selesaikan di
sebuah Instansi pemerintah, tentunya dengan naik kendaraan
favoritku..Kereta Api ekonomi yang berjubel dan penuh sesak oleh
penumpang yang sekelas denganku (rakyat jelata).
Nikmatnya
naik kendaraan ini karena murah, meriah asoy-geboy, hehehe…..dan yang
pasti juga kita akan banyak bereksplorasi dengan penumpang
lainya..banyak yang dilihat, dari penumpangnya, para pedagang, kondektur
sampai para pengemis.
Selesai
urusanku di kantor tersebut, aku langsung pulang dan kembali
menggunakan kendaraan yang sama untuk megembalikanku ke tempat semula.
Sambil
menunggu kereta di peron yang telah disediakan, aku duduk-duduk beserta
penumpang lainnya yang menunggu kereta. Ku lihat ada beberapa pengemis
yang sudah menyelesaikan tugasnya untuk meminta-minta. Rasanya ingin
memberi mereka sedikit rizki dariku tapi aku menghitung jumlah uang yang
aku aku bawa hari ini tidak mencukupi bila harus aku berbagi dengan
mereka tapi bila mendengar ceramah-ceramah para ustadz ataupun ustadzah,
bahwa ; ketika
kita memiliki sedikit rizki sementara ada orang yang lebih membutuhkan
dan kita berikan sedikit rizki itu pada yang lebih membutuhkan maka
Allah akan membalas amalan kita itu dengan berkali lipat, mengapa?
Karena saat kita dalam keadaan sulit atau sedikit uang yang kita miliki
tapi kita mau berbagi dihadapan Allah akan lebih tinggi nilainya
dibandingkan dengan orang-orang yang berlebihan secara harta dan
memberikannya pada yang membutuhkan. Berdasarkan hal tersebut maka aku memberikan uang yang ku miliki padahal uangku hanya sebegitunya.
Tanpa ragu aku pun memberikan uang yang hanya sebegitunya
itu pada pengemis. Karena kereta terlambat, akhirnya aku harus menunggu
cukup lama tapi walaupun harus menunggu aku jadikan hal yang
menyenangkan dan bisa berinteraksi dengan para penumpang lainnya.
Karena
bosan duduk di tempat yang sama aku mencari tempat lain untuk
duduk-duduk dan aku duduk dekat beberapa pengemis yang sedang
duduk-duduk pula. Ternyata para pengemis tersebut sedang menghitung
penghasilan mereka hari ini.
Aku cukup terkejut ketika mereka berbincang satu dengan lainnya..
Pengemis Tua : “hari ini gua dapat Rp 201.000,- lumayan besok buat nambahin cicilan motor”.
Pengemis Muda: “kalau gua sih tumben ya hari ini hanya dapat Rp 154.000,- padahal biasanya
gua dapet diatas duaratus ribuan.
Pengemis Kurus: “Gua sih Alhamdulillah, ada orang yang ngasih gua Rp 50.000,- ditambah dari
yang lainnya jadi jumlah semuanya Rp 267.000,-
Pengemis Cacat : “Gua dooong..setiap hari gua pasti dapet Rp 300.000,- malah bisa lebih…..”
Aku
cukup terkejut dengan penghasila perhari yang mereka dapatkan, lalu aku
membandingkan dengan penghasilan suamiku, suamiku seorang guru PNS yang
sudah mengabdi 13 tahun gaji pokok ditambah tunjangan lainnya dan
tunjangan sertifikasi (walau kadang terlambat tak jelas bulan dan
waktunya sesuka hati pemerintah ngasihnya) sebesar Rp 5.750.000,- belum
dengan potongan-potongan pinjaman dan lainnya dan juga penghasilan
sebesar itu dari hasil pendidikan yang cukup makan biaya besar serta
ditempuh dengan waktu yang cukup lama.
Bila
dibandingkan dengan para pengemis itu rata-rata pendidikan mereka tidak
selesai sampai SD tapi penghasilan mereka sejajar bahkan lebih bila
dibandIngkan dengan suamiku yang sarjana.
Dan
aku semakin miris lagi bila aku membandingkan dengan gaji guru honor
yang ada di lingkunganku (termasuk aku sarjana tapi masih guru honor),
kami setiap bulannya menerima honorarium sebesar Rp 300.000,- sampai
Rp 500.000,- jauh dibawah penghasilan pengemis yang rata-rata diatas Rp
4.000.000,- sampai Rp 9.000.000,- setiap bulannya.
Mungkinkah
gaji guru honorer bisa sejajar dengan penghasilan pengemis? Kemudian
aku membuka data guru honorer di kabupaten Bogor dari data yang ku
peroleh bahwa ada sekitar 12.000 guru honorer yang tercatat sampai
dengan 5 April 2011, jumlah itu akan terus bertambah dengan terus
bertambahnya kebutuhan pengajar di setiap sekolah. Sedangkan jumlah
penduduk kabupaten Bogor menurut data pada sensus yang dilakukan pada
tahun 2010 sebanyak 4.500.000 jiwa.
Dengan
isengnya lalu aku menghitung ; bila setiap jiwa penduduk kabupaten
Bogor dikenakan beramal Rp 500,- setiap orangnya/hari untuk mengumpulkan
dana akan tekumpul dana sebesar Rp 2.250.000.000,- dibagi 12.000 orang
guru honorer sekitar Rp 187.500/ hari yang akan didapat oleh seorang
guru honorer dan bila dikalikan dalam sebulan masing-masing guru honorer
akan mendapatkan sekitar Rp 4.687.500,- dari hasil pengumpulan dana
atau amalan dari jumlah penduduk kabupaten Bogor. Angka yang cukup
lumayan bisa sebanding dengan penghasilan seorang pengemis yang hanya
sekolah sampai SD dengan seorang guru yang lulusan S1 atau Sarjana.
Guru
adalah pendidik dan pengajar, guru adalah tombak utama dalam laju
pembangunan suatu daerah atau negara, tapi gaji guru di negeri ini tidak
sebanding dengan penghasilan seorang pengemis. Lalu haruskan seorang
guru mengemis untuk menambah penghasilannya? Sebandingkah perjuangan dan
pengorbanan seorang guru dengan seorang pengemis?
Tak
perlu mencerca pemerintah, karena pemerintah miliknya yang punya
perintah. Aku dan sekian guru honor ini adalah milik bangsa ini dan
milik rakyat jelata di negeri ini. Mari kita berfikir dan berkarya untuk
negeri ini walau honor kami tak sebanding dengan penghasilan seorang
pengemis, tak mengapa karena Tuhan tak pernah salah dalam memberi
profesi pada seseorang…….
Tulisan ini hanya sekedar renungan untuk penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar