Emas,
siapakah sih yang tidak suka dengan satu kata benda itu? Ya, emas adalah
perlambang strata kehidupan seseorang, semakin banyak emas yang seseorang
miliki semakin terlihat dan terukur nilai strata kehidupannya secara materi.
Lalu bagaimanakah seseorang untuk memiliki emas dengan jumlah yang begitu
banyak? Tentunya jawabannya adalah, “sangat sulit memiliki emas dengan jumlah
yang sangat banyak”. Apakah jawaban
anda? Jawaban anda adalah hak anda untuk menjawabnya karena anda yang bisa
mengukur kemampuan anda sendiri secara pribadi, apakah aku bisa dan mampu
memiliki emas dengan jumlah banyak dan mudah serta murah.
Tidak
pernah terbayang oleh fikiranku bahwa aku bisa memiliki emas sampai seberat 100
gram, jumlah yang fantastis untuk ukuranku sebagai seorang guru honorer dengan
gaji diluar dari batas kewajaran standar kehidupan pada umumnya. Tetapi mengapa
aku mampu memilikinya? Mari kita simak cerita atau kisahku ini.
Awal mula
aku memiliki emas dengan cuma-cuma dan segala kemudahan yang Tuhan beri padaku
adalah dua buah cincin emas 24 karat masing-masing seberat 5 gram, sebagai
pengikat cinta kami berdua (hadiah dari seorang calon suami untuk aku sebagai
calon istri) pada tanggal 6 Juni 1994. Dan dua buah cincin itu mengikat aku
untuk selanjutnya kami menikah pada tanggal 4 September 1994, serta kembali
lagi aku dhadiahkan sebuah gelang emas 24 karat seberat 10 gram dan kalung emas
24 karat seberat 15 gram. Tentunya buatku adalah hadiah yang sangat fantastis.
Tanpa kerja keras aku sudah memiliki emas sebanyak 35 gram emas 24 karat.
Emasku tak
semakin berkurang tetapi malah semakin bertambah dengan kelahiran putri pertama
kami pada tanggal 1 Juli 1995 dan kami beri nama Adinda Fauziah Juliana,
kembali hadiah bertabur emas dapat kami nikmati dengan tanpa kerja keras dan
dengan kemudahan. Hadiah itu kami dapat dari saudara-saudaraku tercinta 15 gram
emas 24 karat sebagai hadiah buah cinta kami. Rasa syukur pada Tuhan yang tiada
terkira atas semua hadiah yang telah dipersembahkan untuk putri cantik kami.
Tahun mulai
berganti dan kehidupan kami masih menjadi seorang guru honorer yang mengajar
dibeberapa tempat, sampai akhirnya saya hijrah untuk menetap di Jakarta pada
tahun 1996 dan mengajar di sebuah sekolah swasta dengan gaji guru honorer “ala kadarnya”, sungguh tetap kami
syukuri karena dengan gaji “ala
kadarnya” kami tetap mampu bertahan hidup di Jakarta.
Hadiah demi
hadiah dari tahun ke tahun sering aku dapatka dari para wali murid tempat aku
mengabdi. Hadiah yang membuat aku sering terkagum adalah bila mereka
mengahdiahkan cincin emas atau bahkan gelang serta kalung emas. Sedikit demi
sedikit aku simpan hadiah pemberian orang tua siswa/iku,
Sejak tahun
1997 sampai dengan 2001, saat aku mulai behenti dari tempat aku mengajar di
Jakarta terkumpul emas 24 karat sebanyak 50 gram semua hadiah dari orang tua
siswa yang kukumpulkan selama kurang lebih lima tahun masa pengabdianku
mendidik dan mengajar di sekolah tersebut.
Pada tahun
2001, jumlah emasku terkumpul sebanyak 100 gram emas 24 karat. Emas itu hanya
menjadi simpanan dan kadang-kadang aku pakai sebagai penghias tubuhku tapi aku
termasuk orang yang paling risi bila harus ku pakai semua emas yang ku miliki.
Terbayang aku seperti toko emas berjalan dan menjadi sorotan orang-orang yang
memandangnya. Menurutku ini bukan aku yang sebenarnya, dan aku kesulitan untuk
menemukan arti “100 gram emas” untukku. Dan akhirnya emas itu tetap ku simpan
dan terus aku mencari jawaban dari semua emas 100 gram yang ku miliki.
Saat aku
mulai merambah di dunia “antah berantah”, begitu sebutanku pada saat itu untuk
daerah Parungpanjang. Jalanan yang rusak berat, kendaraan yang sulit untuk
mencapai daerah Parungpanjang, kereta ekonomi yang penuh sesak, tempat yang
masih belum terpetakan dan tentunya masih sangat sulit untuk mengembangkan diri
di daerah Parungpanjang menurutku pada saat itu.
Kesulitanku
dalam mencari jati diri dan mencari kebermaknaan dalam kehidupanku, membawa aku
terus untuk belajar. Belajar untuk mencari makna hidupku agar ada kebergunaan
dalam lingkungan sekitarku. Pendidikan dalam bidang pendidikan luar biasa yang
pernah ku dapat di bangku kuliah IKIP Jakarta (saat ini UNJ-Universitas Negeri
Jakarta) semakin mengasah rasa keinginantahuanku tentang keadaan lingkungan di
daerah Parungpanjang dan kebutuhannya akan pelayanan terhadap anak-anak luar
biasa.
Diawali
dengan melihat langsung beberapa anak berkebutuhan khusus di lingkungan
Parungpanjang dan belum mendapatkan pendidikan yang layak untuk mereka karena
ketidaktersediaannya sekolah yang dapat melayani anak-anak khusus tersebut. Dan
mulailah pada tahun 2002 aku dan suami membuat tempat kursus dan terapi untuk
anak-anak khusus, dan tuntutan akan sekolah khusus semakin meningkat tetapi
pada saat itu aku masih terbentur dengan biaya pengadaan tempat dan sarana pra
sarana.
Aku mulai
menghitung tentang jumlah kebutuhan bila harus mendidirkan SLB (sekolah Luar
Biasa) dan mulai dengan meminjam ke Bank Jabar (bjb pada saat ini) dengan SK
PNS yang suami miliki. Tetapi kebutuhan untuk mendirikan sekolah itu lebih
besar dari dugaanku. Aku mulai tercenung, harus berbuat apakah aku dengan dana
yang kurang sangat jauh? Ah...aku berlari menuju kamar sederhanaku dan ku
simpan dengan rapi 100 gram emas 24 karat milikku yang ku simpan penuh dengan
kehati-hatian lalu ku ambil emas 100 gram milikku...kugenggam penuh dengan
keeratan. Hmmm...inilah waktunya, fikirku.
Menjelang
tidur, aku mendekatkan kedua tanganku dengan memeluk suamiku tercinta lalu aku
berkata padanya...”Sayang, aku bahagia mengenalmu dan selalu berada disampingku
juga terima kasih atas semua penghargaanmu pada diriku yang telah memberikan
banyak hadiah emas saat pertunangan dan pernikahan kita. Dan maafkan aku yang
selama ini tidak banyak menggunakan perhiasaan pemberianmu ditubuhku karena aku
yakin suatu hari emas ini akan lebih bermanfaat bukan ditubuhku tapi lebih
bermanfaat untuk hal yang lain. Aku mohon izin padamu, bagaimana kalau emas
hadiah darimu kita jual untuk menambah sarana sekolah yang saat ini kita
rintis” dengan hati penuh pengharapan dan keinginan untuk mendapatkan izin dari
suamiku.
Sungguh
jawaban yang indah...”Bunda sayang, emas yang ayah berikan untuk bunda adalah
hak bunda. Apapun yang akan bunda lakukan terhadap emas itu adalah hak bunda
dan ayah sangat yakin bunda akan selalu memanfaatkan emas itu untuk penggunaan
yang bermanfaat bukan untuk diri bunda tapi untuk oang lain karena ayah sudah
mengenal bunda cukup lama dan tahu apa yang menjadi keinginan bunda dan ayah
selalu yakin bahwa itu yang terbaik”.
Subhanallah,
jawaban yang sangat menyejukkan dari suamiku. Akhirnya aku langsung menjual
semua emas yang ku miliki dan emas itu ku dapat dari semua kemudahan yang Tuhan
berikan padaku tanpa kerja keras, tanpa harus membanting tulang tanpa harus
memerih untuk mengumpulkannya tapi Tuhan beri begitu saja dengan semua
kemudahan yang Tuhan beri untukku. Saat ku dapat semua emas yang ku muliki itu,
aku sempat bertanya pada diriku sendiri, mengapa Tuhan beri begitu banyak
hadiah emas untukku? Untuk apakah semua in? Lalu harus bagaimanakah aku dengan
emas ini?
Tuhan
menjawabnya setelah bertahun kemudian dan inilah jawaban yang Tuhan beri
padaku, emas 24 karat dengan berat 100 gram itu Tuhan persiapkan untuk membuat
sebuah sekolah impian untuk anak-anak berkebutuhan khusus di lingkungan
Parungpanjang, lalu berdirilah SLB Ayahbunda yang sampai dengan saat ini
berdiri tegar dengan emas-emas putih bersih nan suci berada didalamnya. Dengan
kemilau emas yang selalu terpancar diwajah-wajah suci penuh cinta dengan binar
emas didalamnya. Dengan emas-emas penuh cinta kasih terpancar dari sorot mata
mereka. Dengena kemilau emas dan harapan emas yang terus terpatri dan ada
harapan-harapan semurni emas bahkan melebihi kemurnian emas yang pernah ada.
Emas 24
karat seberat 100 gram itu tetap ada dan tak pernah terjual secara hakiki dan
tidak ada yang terjual karena aku telah membeli banyak emas dibandingkan dengan
emas 24 karat dengan berat 100 gram.
Emasku
adalah jutaan kilo yang ada pada harapan 84 anak berkebutuhan khusus di SLB
Ayahbunda.
Emasku
adalah jutaan kilo rasa syukur dari orang tua siswa di lingungan kecamatan
Parungpanjang.
Emasku
adalah mimip-mimpiku yang aku wujudkan lewat berdirinya SLB Ayahbunda.
Emasku
adalah cinta kasih yang tak akan padam walau banyak cemooh menghadang bahkan
hinaan dan pra sangka atas keberadaan SLB Ayahbunda.
Tak usah
padam untuk mendapatkan emas, karena begitu banyak emas bertebaran di muka bumi
ini. Raihlah emasmu dengan tekad bahwa, sangat mudah meraih waktu, ide, logika,
kesempatan “emas” bagi kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar