Disuatu
siang yang cerah, disebuah Sekolah Dasar. Seorang guru selesai mengajar
langsung duduk di kantor sambil menulis sepucuk surat yang isinya :
Kepada Yth.
Tuhan Yang Maha Pemberi
Dear Tuhan,
Besok hari
Kamis, saatnya saya harus membayar cicilan motor saya tapi sampai hari ini saya
belum dapat uang. Uang honor belum turun karena uang BOS belum cair, sedangkan
kalau tidak bayar cicilan besok motorku ini akan disita oleh debtcollector.
Tolong Tuhan,
beri saya uang Rp 500.000,- saja agar bisa membayar cicilan motorku esok hari.
Sekian dan
salam sayang dari umatMu.
Karena
terburu-buru harus cepat pulang, sang guru lupa membawa suratnya yang
tergeletak begitu saja di meja kerjanya. Setelah pamit pada sang kepala sekolah
yang sedari tadi memperhatikannya sang guru langsung pulang menuju rumahnya.
Sang
Kepala sekolah penasaran dengan apa yang sedari tadi dia perhatikan sepertinya sang
guru menyimpan beban yang berat, karena tidak mau mengganggu keasyikan sang
guru saat menulis, sang kepala sekolah hanya memperhatkan tingkah laku gurunya
tersebut. Setelah guru tersebut pulang, sang kepala sekolah langsung menuju
meja sang guru untuk melihat apa saja yang dikerjakan sang guru, saat
membuka-buka lembaran yang ada di meja guru tersebut terlihatlah sepucuk surat
untuk Tuhan dan langsung dibacanya, setelah membaca surat tersebut sang kepala
sekolah sangat terharu dan merencanakan sesuatu untuk sang guru tersebut besok
hari.
Keesokan
harinya sang guru tersebut dipanggil oleh sang kepala sekolah yang bijaksana
tersebut.
Sang Kepsek : “Bu guru, ini ada titipan dari Tuhan
berkenaan dengan surat yang kemarin ibu tinggalkan di meja ibu, sudah saya
kirimkan dan langsung diberi balasan berupa amplop ini, mohon diterima.
Sang guru : Makasih pak, ternyata surat saya
langsung dibalas. (sambil menatap dengan agak curiga).
Sang Kepsek : Sama-sama bu, saya hanya menyampaikan
amanat dari Tuhan saja.
Setelah
berlalu dari ruang kepala sekolah, sang guru membuka amplop tersebut dan
mendapatkan uang sebesar Rp. 450.000,- dan sang guru tersebut langsung
mengambil kertas dan menuliskan balasan surat untuk ucapan terima kasih kepada
Tuhan, sama seperti yang pertamakali menulis surat, surat itupun tertinggal dan
sang guru tersebut tergesa-gesa untuk membayarkan cicilan motor yang akan
diambil oleh debtcollector.
Beberapa
saat kemudian, sang kepala sekolah yang telah memperhatikan gerak gerik sang
guru tersebut mendekati meja sang guru tersebut dan menemukan surat balasan
kepada Tuhan dan isinya sebagai berikut :
Kepada Yth.
Tuhan Yang Maha Pemberi
Dear Tuhan,
Terima
kasih ya Tuhan, telah aku terima uang pemberianMu dan dapat aku gunakan untuk menyelesaikan
masalah motorku, tapi lain kali jangan dikirimkan lewat kepala sekolah ya, aku
minta kepadaMu Rp. 500.000,- yang aku terima dalam amplop adalah Rp. 450.000,-,
Yah memang ini adalah rezeki dariMU walaupun dipotong oleh kepala Sekolah 10%
mungkin untuk biaya admnistrasi, dan sekali lagi saya mohon padaMu jangan
pernah memberikan bantuan lewat kepala sekolah untuk guru, pasti akan dipotong.
Jangankan uang dariMu dari bantuan lainpun sering dipotong alasannya untuk
bayar pajak penghasilan.
Semoga lain
kali Engkau tidak menitipkannya lagi pada Kepala Sekolahku.
Sekian dan
salam sayang dari umatMu.
Sang Kepala
sekolah yang bijaksana tersebut hanya bisa termangu dan merenungi atas
perbuatannya yang difikir dapat membantu, namun apa daya uang pribadi yang ia
pegang saat itu hanya Rp. 450.000,-.
Catatan :
Jadi
seorang pimpinan itu sulit, lagi benernya aja salah apalagi kalau salah. Jadi
kalau jadi pimpinan itu harus siap disalahkan ketika salah dan disalahkan
ketika bener. Nah lho.........
Setiap niat
baik belum tentu mendapat reaksi yang baik tetapi bila sudah berniat baik
jangan pernah surut untuk berbuat baik dan itu pasti yang terbaik. Yuuuk, tetap
berniat baik....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar