Ramadhan
bertahun lalu.....
“Bun,...kok
kita ngga bikin ketupat ama opor ayam sih...” rengek anak-anakku.
“Maafkan
bunda nak, ketupat dan opor ayam kita
belum bunda ambil di rumah nenek”, hiburku pada mereka.
“Oh,...nenek
yang buatkan opor dan ketupat kita”, senyum mereka penuh harap.
“Nak,..tunggu
bunda ya sayang...sebentar bunda ambil ketupat dan opor ayamnya. Tunggu di
rumah dan jangan kemana-mana”. Pintaku pada mereka.
“Baik,
bunda....”. serempak mereka menjawabnya.
Gema takbir
semakin bersahutan dan aku berjalan dibawah gerims dengan kaki telanjangku,
entah kemana aku tuju...dan ku ikuti langkah kakiku.
Gema takbir
semakin syahdu terdengar ditelingaku, aku menangis. Ya Robb, elegi kehidupan
apa yang saat ini kau berikan padaku. Aku menangis bukan karena baju baru dan
sepatu baru yang tak dapat ku beli tapi ketupat dan sayur oporpun tak mampu ku
suguhkan untuk anak-anakku, sekedar merasakan nikmatnya makanan yang jarang
kami santap setiap hari.
Ku percepat
langkahku, berharap ada sedikit hati untuk berpaling pada anak-anakku. Ku susun
semua langkaku, ku susun semua kata-kataku melewati derai hujan yang semakin membasahi
tubuhku. Dingin menusuk melewati pori-pori tubuhku, bukan dingin ini yang
membuat tubuhku mengigil tapi perasaan dan kekuatan yang ku coba rangkai
menjadi satu untuk bisa merangkai sebuah pengharapan.
Ah...kutatap
mereka berdua dengan kedua mataku yang menangis karena rintihan kalbu. Haruskah
aku memutus bahagia mereka? Pada dua sejoli yang sedang memadu kasih di teras
rumah asri bercat ungu?
Lihat...tangan
manisnya memeluk erat dia. Dia yang seharusnya ada disampingku dan anak-anakku
dimalam penuh berkah ini. Apakah ini keberkahan yang KAU beri untukku, ya Robb?
Tanyaku pada Yang Maha pengasih.
Ku tepis
semua asa dan pengharapan untuk dia, agar bisa melihat bahwa aku dan
anak-anaknya membutuhkan dia ada disamping kami.
Berjalan di
derai hujan dengan bertelanjang kaki, kuyup tubuhkan tak ku hiraukan. Aku harus
kembali pada anak-anakku.
“Bunda,...mana
ketupat dan opor ayamnya?”. Tanya pengharapan mereka.
“Maaf,
sayang...neneknya lagi pergi. Insyallah nanti diantar”. Jawabku dalam tangis.
“Bener ya,
bun...”. semakin penuh harap.
“Iya,
sayang....tunggu sebentar ya”. Semakin dalam tangisku.
Ku basuh
tubuhku dan ku ambil air wudhu, lalu memohon pada Yang Maha Pemberi.
“Ya Robb,
tak ku pinta banyak pada malam ini. Aku hanya meminta ketupat sedikit dan opor
ayam untuk anak-anakku. Tak apa dia tak ada disamping kami tapi tolong Kau
hibur anak-anakku dengan ketupat dan opor ayam walau sedikit”. Aku meminta pada
Robb-ku dan sangat yakin Robb-ku pasti mengabulkannya.
“Bunda, ada
tamu...”. teriak anak-anakku
Aku
terbangun dari doa dan derai air mata. Subhanallah, ada ketupat, opor ayam
dengan dua paha dan satu dada, sambal ati-kentang dan Subhanallah ada titipan uang
Rp 500.000,- dalam amplop, dengan tulisan ; “Buat adikku : kami menitipkan uang
ini untuk anak-anakmu, semoga Idul Fitri ini kamu sekeluarga bisa berkumpul di
desa. Dari kakak-kakakmu.
Malam yang
penuh berkah, itulah janjiMu pada semua ummatMu yang yakin padaMu.
Terima
kasih Robb, Kau suguhkan anak-anakku kenikmatan yang mereka harapkan seperti
kataku padaMu, tak mengapa dia tak ada disamping kami tapi Kau berkahi malam ini
dengan harapan kami.
Catatanku
pada tahun 2007.
Memaknai
suatu keadaan dengan harapan Allah memberi kemudahan, yakinkan itu pada setiap
permasalahanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar